Plus-Minus Sistem Baru Pencairan Dana BOS


Plus-Minus Sistem Baru Pencairan Dana BOS

Sepintas, tujuan penerapan model baru penyaluran dana BOS memang ideal dan efektif. Namun, yang terjadi kemudian adalah banyaknya keterlambatan penyaluran karena mekanismenya menjadi penuh liku, yaitu dari Kemendiknas melalui kas APBD dana BOS baru ditransfer ke sekolah. Pertanyaannya kemudian, apakah ada jaminan dana BOS tidak diselewengkan pemerintah daerah?

Wakil Ketua Komisi D DPRD Kota Bandar Lampung Widarto mengatakan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang langsung masuk ke kas daerah rawan mark up dan penyelewengan jika tidak diawasi secara ketat. Karena itu DPRD dan berbagai pihak terkait harus memberi pengawsan ekstra ketat.

Menurut Widarto penentuan besarnya dana BOS untuk setiap kabupaten/kota dihitung berdasarkan jumlah murid SD dan SMP baik negeri maupun swasta oleh pihak sekolah. “Sebab itu terbuka peluang mark up,” ujar Widarto.

Ia mengimbau agar Dinas pendidikan Kota Bandarlampung memastikan jumlah siswa SD dan SMP sesuai yang ada di pemerintah dan real di sekolah. Sebab, jika jumlah siswa ternyata lebih, maka telah terjadi mark up.

Menurutnya Dewan pun akan melakukan pengawasan langsung hingga ke lapangan. “Perubahan mekanisme pengelolaan dana BOS tahun ini memberikan peluang bagi anggota dewan untuk menggunakan haknya dalam melakukan pengawasan terhadap penggunaan anggaran daerah,” kata Widarto.

Ia mengaku selama ini baik DPRD Provinsi Lampung maupun DPRD kabupaten/kota memiliki kesulitan untuk melakukan pengawasan dana BOS lantaran dana tersebut merupakan dana pusat yang dilimpahkan langsung kesekolah lewan pemerintah daerah.

“Selama ini Dewan kesulitan untuk mengawasi pelaksanaan BOS di sekolah karena berada di luar wilayah tanggung jawab pengawasan kami. Namun mulai tahun inikan formatnya berubah. Dana BOS langsung di limpahkan ke kabupaten kota oleh pemerintah pusat,” kata dia.

Dengan demikian menurut Widarto, dana BOS yang nantinya akan menjadi bagian dari pendapatan daerah yang dikoleola oleh dinas pendidikan untuk membantu oprasional sekolah itu akan dapat diawasi baik secara aktif maupun secara pasif.

“Dewan akan bersifat pasif jika tidak mendapatkan laporan dari masyarakat atau orang tua wali yang menemukan masalah di lapangan. Namun Dewan juga dapat bersifat aktif dengan terjun langsung ke sekolah sekolah,” kata dia

Untuk menyusun mekanisme pengawasan, Widarto mengatakan komisi D DPRD kota Bandar Lampung berencana akan melaluka hearing dengan dewan pendidikan kota bandar lampung, musyawarah kerja kepala sekolah terkait pengawasan bos nanti.

Menanggapi kemungkinan terjadinya mark up jumlah siswa oleh pihak sekolah, Manajer BOS Dinas Pendidikan Kota Bandarlampung, Bustami,  mengatakan, pihaknya memiliki cara tersendiri agar dapat mengetahui jumlah riil siswa yang aktif di sekolah.

“Kami minta kepada pengawas sekolah untuk mengumpulkan daftar nilai siswa di sekolah. mereka yang memiliki nilaikan berarti adalah mereka yang akif di sekolah,” kata Bustami.

Kepada Sapu Lidi Bustami menyangsikan jika terjadi permaninan pengelolaan dana BOS di sekolah. Pasalnya anggaran BOS itu sangatlah kecil. Untuk SMP saja dalam satu tahun besaran dananya persiswa hanya Rp 575.000,00. Jika dibagikan duabelas bulan jumlahnya hanyalah sekitar Rp 47.900/bulan/siswa.

“Belum lagi jika dibagi per hari selama satu bulan maka besarnya tak sampai Rp 2.000,00 per anak. Jadi menurut saya sangat sulitlah jika sekolah atau oknum kepala sekolah ngambil dana BOS. Dengan jumlah segitu saja sekolah sudah empot-empotan,” kata Bustami.

Terlebih, menurut Bustami, sejak tahun 2011 ini mekanisme pencairan dana BOS berubah. Dana BOS yang semula langsung ditransfer dari Bendahara Negara ke rekening sekolah kini dari Bendahara Negara ditransfer terlebih dahulu ke kas Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Setelah itu diteruskan ke rekening sekolah.

“Dengan demikian pengawasan penggunaan dana BOS di sekolah akan lebih melekat, karena setelah menjadi bagian dari kas daerah maka lembaga seperti DPRD, BPKP, maupun Bawasko kini memiliki wewenang untuk melakukan pengawasan pengawasan,” kata dia.

Ia memaparkan dana BOS untuk Kota Bandarlampung mencapai Rp62 miliar. Dana tersebut terbagi atas alokasi SD negeri Rp33,9 miliar, alokasi SD swasta Rp4,99 miliar, alokasi SMP negeri Rp12,58 miliar, dan alokasi SMP swasta Rp10,7 miliar.

Dari jumlah tersebut, Rp33,9 miliar akan disalurkan ke 201 sekolah dasar negeri (SDN) di Kota Bandarlampung. Sedangkan Rp4,9 miliar akan disalurkan ke 35 sekolah swasta. Untuk tingkatan SMP Rp12,5 miliar akan disalurkan ke 34 sekolah negeri dan Rp10,7 miliar akan disalurkan ke sekolah swasta.

Sayangnya ketika Sapu Lidi meminta draf anggaran lebih rincci persekolah, Bustami enggan memberikan. Alasannya, ia khawatir nantinya data tersebut akan diselewengkan oleh berbagai pihak tidak bertangung jawab. Menurutnya selama ini pihak sekolah selalu direpotkan oleh oknum LSM dan wartawan yang mengatasnamakan transparansi dana BOS.

Meski format penyaluran dana bantuan oprasional sekolah (BOS) berubah. Pengggunaan dana BOS tetap rawan penyimpangan. Ketua Dewan Pendidikan Provinsi Lampung Prof. Dr. Sutopo Ghani Nugroho, mengatakan adanya perubahan sistem ini memiliki dampak positif maupun negatif.

Fivety fivety-lah. Apakah akan menjadi baik atau buruk,” kata Sutopo.

Sisi positifnya, menurut Sutopo, fungsi pengawasan dana BOS kini dapat dilakukan karena Dewan kini memiliki akses untuk melakukan pengawasan begitu pula dengan instrumen pengawasan lainnya kini dapat melakukan pengawasan langsung ke sekolah sekolah.

“Negatifnya, ya kemungkinannya akan terjadi ‘permainan’. Sebab Dinas Pendidikan di daerah kini memiliki kekuasaan. Bisa saja terjadi ‘permaian’ antara sekolah dan pihak Dinas. Artinya cuma pindah tangan sajalah,” kata dia.

Menurut Sutopo dengan menjadi bagian dari APBD daerah, pertanggungjawaban penggunaan dana BOS kini harus dilaporkan oleh kepala daerah dalam rapat paripurna DPRD setiap tahunnya.

“Ini juga salah satu peluang dewan untuk melakukan pengawasan,” ujarnya.
Bersetuju dengan Sutopo, pengawasan agaknya menjadi salah satu kunci suksesnya program BOS. Pengawasan tidak hanya dilakukan oleh DPRD, tetapi juga oleh publik yang lebih luas. Ini bukan berarti untuk selalu mencurigai sekolah. Tetapi sebagai upaya untuk bersama-sama menyukseskan tujan mulia: pemerataan kesempatan pendidikan bagi semua warga negara sehingga semua anak usia sekolah minimal bisa menyelesaikan pendidikan dasarnya.

Sejumlah langkah perlu dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya kebocoran dana BOS. Penyimpangan dana BOS sebisa mungkin harus bisa ditekan, bila perlu dicegah. Untuk itu, para pemangku kepentingan perlu mengambil sejumlah langkah berani. Pertama, Walikota/Bupati harus bertindak tegas jika terdapat jajaran kepala sekolah dan oknum Dinas Pendidikan melakukan penyimpangan dana BOS. Contoh paling gres adalah yang terjadi di Sulawesi Selatan. Beberapa kepala sekolah di Sulawesi Selatan dikenai sangsi hukuman oleh Pemda setempat karena terbukti melakukan pungli dan iuran kepada siswa.

Kedua, pengawas sekolah dibantu para guru memantau dengan cermat dan teliti penggunaan dana BOS, khususnya yang dikelola sendiri oleh kepala sekolah. Di samping untuk menjamin transparansi dan akuntabilitas, tidak tertutup kemungkinan dana BOS bisa menjadi sumber korupsi bagi kepala sekolah. Sebab itu, ada baiknya juga Di sini seolah-olah kepala sekolah memang menjadi sosok yang selalu tersudut. Namun, itulah risiko jabatan.

Ketiga, Walikota/Bupati harus mengoptimalkan potensi pengawas sekolah. Dengan optimalisasi peran pengawas, diharapkan tidak ada lagi oknum-oknum yang berani bermain dengan dana BOS. Dengan begitu, pengawas sekolah tidak lagi hanya sekali-sekali mengawasi sekolah, tetapi harus kontinu.

Keempat, Dinas Pendidikan Kota/Kabupaten perlu membentuk tim yang bertugas menghimpun data pengawasan distribusi dana BOS ke sekolah dan pengelolannya. Laporan pemakaian dana BOS harus benar-benar dicek silang untuk mengetahui kebenarannya. (Oyos Saroso H.N./Al-Gaffary/Mas Alina Arifin)

Subscribe to receive free email updates:

2 Responses to "Plus-Minus Sistem Baru Pencairan Dana BOS"

BAYU KURNIAWAN mengatakan...

Jangan lupa mampir ya, saya blogger dari lampung juga. tapi sekarang tinggal di jambi. . .

Oyos Saroso H.N. mengatakan...

Ok Pak Bayu. Terima kasih.