-------------------------------------------
Oyos Saroso H.N.
Sendangagung, Lampung
Tengah
-------------------------------------------
![]() |
Penerusan Manfaat: belajar berbagi. |
Ribuan warga (700-an kepala
keluarga) di Desa Sendangasih dan
Sendangbaru, Kecamatan Sendangagung, Kabupaten Lampung Tengah kini tak
lagi cemas jika musim paceklik datang. Warga yang tinggal di sekeliling hutan
lindung Register 22 Way Waya itu, akan
tetapi bisa makan nasi tiga kali sehari meskipun musim paceklik. Itu karena mereka bisa memperoleh nafkah dari
hasil hutan
dan ternak.
Hutan lindung Way Waya
memiliki luas sekitar lima ribu hektare dan berada di Kecamatan Sendangagung
dan Pubian. Hutan yang pernah terbakar pada tahun 1996 itu kini sudah tampak
kembali lestari karena dipelihara warga desa dengan program Hutan
Kemasyarakatan (HKm). Kini warga desa makin bersemangat menyelamatkan hutan
karena juga mendapatkan bantuan ternak secara bergulit.
Sebanyak 700 keluarga penerima
bantuan itu menerima hewan peliharaan sesuai dengan pilihannya.Ada yang memilih
mendapatkan sapi, ada yang memilih kambing, ada juga yang memilih itik. Setiap keluarga
menerima satu sapi atau 3 kambing atau 33 itik.
Dari puluhan itik dan dua
ekor sapi yang mereka pelihara, warga bisa mendapatkan penghasilan tambahan
selain sebagai petani. “Dari 33 ekor itik, kalau sedang saatnya bertelur bisa
lebih dari 20 ekor yang tiap hari bertelur. Telur-telur itik itulah yang
membantu penghasilan keluarga,” kata Kasiah, 39 , warga Sendangasih.
Kasiah adalah satu dari
300 orang warga Sendangagung yang menerima bantuan itik bergulir dari Heifer
International Indonesia dan Elanco. Heifer Internasional merupakan lembaga nirlaba,
sementara Elanco adalah produsen pakan ternak. Keduanya berasal dari Amerika Serikat.
Suratmi
dan keluarga lain penerima bantuan itik maupun bantuan sapi terpilih sebagai
penerima bantuan bukan semata-mata karena mereka miskin. Mereka menerima
bantuan karena dianggap sudah memiliki komitmen untuk melestarikan hutan di
sekitar desa dan siap memberikan bantuan kepada keluarga lain. Selain
mendapatkan binaan dari NGO lokal, para penerima bantuan ternak juga
mendapatkan pelatihan tentang cara-cara memelihara dan memasarkan hasil ternak.
“Kami
sekarang sedang belajar membuat telur asin. Kami berharap, dengan menjual telur
asin hasilnya lebih baik. Harga telur itik mentah hanya Rp 1.000/butir,
sementara telur asin harganya Rp 2.000/butir,”
kata Suratmi.
Meredith Rolf,
International Resource Development Officer Heifer International, mengatakan
program bantuan ternak bergulir itu dilakukan tidak semata-mata untuk membantu
ketahanan pangan masyarakat miskin di daerah terpencil di sekitar hutan.
“Program ini juga untuk mengembangkan semangat kemandirian dan kegotongroyongan
sambil terus memelihara kelestarian hutan,” kata dia.
Menurut Rolf ternak yang
dipelihara penduduk di sekitar hutan akan menjadi alat utama untuk menjaga
kelestarian lingkungan. “Kalau warga di sekitar hutan sejahtera, maka mereka
tidak akan masuk hutan dan mengambil kayu. Apalagi mereka kini juga ikut
program hutan kemasyarakatan,” “ujar Meredith.
Budi Rahardjo, Direktur Heifer International untuk wilayah Indonesia, mengatakan dengan memelihara sapi,
kambing, dan itik diharapkan masyarakat desa di sekitar hutan Register Way Waya
bisa memenuhi kebutuhan gizinya. “Selain dimanfatkan kotorannya, sapi juga bisa
diambil susunya. Sementara itik bisa menghasilkan telur tiap hari,” kata dia.
Menurut Raharjo meskipun
baru setahun berlangsung, kini warga desa
penerima bantuan sudah menunjukkan kemandirian dan kegotongroyongan. “Sudah ada beberapa
keluarga yang bisa memberikan hewan piaraannya kepada keluarga lain. Ini
menunjukkan bahwa orang miskin pun bisa membantu orang lain. Kami menyebut prinsip berbagi secara bergulir itu sebagai asas
penerusan manfaat. Kami mengajari orang miskin untuk mandiri dan memiliki harga
diri,” dia.
Raharjo mengatakan selain mendapatkan bantuan,
warga desa juga belajar lagi tentang pentinnya nilai-nilai
kearifan lokal untuk mendukung
transformasi sosial. “Kami
cukup gembira karena warga desa di Kecamatan Sendangagung itu kini makin akrab
dan melakukan gotong royong untuk beberapa pekerjaan. Misalnya mereka bergotong
royong menyelamatkan hutan, bergotong royong memelihara danau, dan gotong
royong membangun rumah,” kata Raharjo.
![]() | |
Telaga Sendangasih dengan latar belakang hutan Register Way Waya |
Puluhan warga yang dulu
rumahnya geribik, kini sudah memiki rumah permanen karena mereka melakukan
arisan rumah. “Warga yang ingin rumahnya diperbaiki hanya menyediakan kayu dan
batu-bata, sedangkan semen, pasir, dan tenaga mendapatkan bantuan dari warga
lain,” kata Iwan Darmawan, warga Sendangasih.
Robin Readnour, Senior
Director of Product Development Elanco,mentgatakan program pemberian ternak bersifat
berkelanjutan. “Ini akan terus bergulir seperti efek bola salju. Di Indonesia
kami menargetkan 2.100 keluarga menerima manfaat bantuan ini. Kalau mereka
sudah berhasil, selanjutnya mereka akan memberikan bantuan kepada warga lain
yang membutuhkan. Sampai sekarang baru 700 keluarga yang mendapatkan bantuan.
Sisanya (1.400 keluarga) dapat dicapai dengan cara penerusan manfaat," kata
Readnour.
0 Response to "Beternak Sambil Memelihara Hutan Lindung"
Posting Komentar