Oyos Saroso H.N.
Bandarlampung
Kemiskinan tidak harus menghilangkan semangat untuk membantu orang miskin. Itulah setidaknya “ideologi” yang dianut oleh Juperta Panji Utama. Meskipun dari segi penghasilan menurut ajaran Islam belum wajib zakat—karena gajinya per bulan kurang dari Rp 1,2 juta—sejak enam tahun terakhir ayah tiga anak yang dulu dikenal sebagai wartawan dan penyair itu menekuni hidup sebagai amil (pengumpul zakat).
Pelan dan pasti, direktur Lembaga Amil Zakat Daerah (Lazda) Lampung Peduli ini menghimpun rupiah mulai dari puluhan ribu, ratusan ribu, hingga jutaan. Dana yang dihimpun dari warga mampu yang sudah berkewajiban zakat itulah yang kemudian disalurkan Panji Utama dan kawan-kawan kepada orang miskin.
Menjadi pekerja sosial kini sudah benar-benar jadi pilihan hidup alumnus Fakultas Pertanian Universitas Lampung ini. ”Saya tidak kuat menjadi wartawan di daerah karena godaannya sangat besar. Gajinya sangat kecil, sementara tawaran untuk mendapat uang sogokan terbuka lebar. Daripada menghidupi anak-istri dengan uang haram, lebih baik berhenti jadi wartawan. Berprofesi sebagai pengumpul zakat membuat hidup saya lebih tenang,” ujar relawan yang sudah pernah menerbitkan beberapa kumpulan puisi ini.
Pria kelahiran Tanjungkarang, 25 Agustus 1970 ini sebenarnya bukannya tak pernah menikmati penghasilan lumayan sebagai pengumpul zakat. Itu terjadi ketika dia menjadi relawan Dompet Duafa, yaitu sebuah lembaga pengumpul zakat yang dikelola oleh harian Republika. ”Pada tahun 1999 saya bekerja di Dompet Duafa di Jakarta dengan gaji di atas Rp 3 juta/bulan.Namun, saya kemudian terpanggil untuk pulang ke Lampung karena menurut saya di Lampung lebih banyak orang miskin yang butuh bantuan,” ujar penyair yang sudah menulis beberapa buku kumpulan puisi ini.
Kembali ke Lampung, pada 17 April 2000 Panji langsung mendirikan Lampung Peduli bersama beberapa tokoh agama dan tokoh masyarakat. Awalnya, Lampung Peduli mengerjakan pekerjaan yang diberikan oleh Dompet Duafa. Artinya, dana untuk disumbangkan kepada fakir miskin sudah disiapkan oleh Dompet Duafa, sementara Panji dan para relawan Lampung Peduli tinggal menyalurkannya. Namun, sejak 2003 Lampung Peduli sudah mulai lepas dari Dompet Duafa sehingga harus mencari dan menyalurkan sendiri dana yang dikumpulkan dari masyarakat.
”Awalnya dana yang bisa kami himpun jumlahnya kecil. Kalau dirata-rata , uang zakat yang kami kumpulkan per bulan hanya sekitar 3 juta, sementara uang infak dan sedekah rata-rata Rp 10 juta/bulan. Dana itulah yang kami sumbangkan kepada warga miskin, terutama untuk beasiswa mahasiswa dari keluarga miskin tetapi berprestasi,” kata Panji.
Pada tahun 2006, Lampung Peduli sudah bisa mengumpulkan uang infak dan sedekah sebesar Rp 200 juta atau Rp 16,7 juta/bulan dan uang zakat sebesar Rp 153 juta atau Rp12 juta/bulan. ”Gaji kami ya dari hasil pengumpulan uang zakat per bulan. Besarnya 1/8 (seperdelapan) dari uang yang terkumpul. Seperdelapan itu kami bagi enam orang pengumpul zakat,” kata pria kelahiran Tanjungkarang ini.
Menurut Panji, sebagai provinsi termiskin kedua di Pulau Sumatera setelah Nangroe Aceh Darussalam, banyak program bantuan diberikan pemerintah untuk membantu keluarga miskin dan para siswa miskin. Antara lain dari program bantuan tunai langsung sebagai kompensasi kenaikan harga bahan bakar minyak, beasiswa untuk siswa berprestasi, bantuan untuk biasa operasional sekolah, dan sebagainya. Total dana dari pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota itu nilainya mencapai triliunan per tahun.
”Kalau dibandingkan dengan jumlah uang bantuan pemerintah untuk mengatasi masalah kemiskinan di Lampung, dana yang kami kelola tidak ada apa-apanya. Jadi, kami ini ibarat menyelamatkan orang miskin ’yang tercecer’. Orang miskin yang tidak dapat bantuan itulah yang kami bantu,” ujar relawan sosial yang sering diundang ke berbagai daerah di Indonesia untuk menularkan kesuksesannya menghimpun dana masyarakat ini.
Panji mengatakan meskipun sudah banyak program bantuan untuk keluarga miskin, angka kemiskinan di Lampung tetap tinggi. Saat ini hampir setengah warga Lampung yang berjumlah sekitar 6 juta orang masuk kategori miskin. ”Siswa yang putus sekolah pun banyak Alhamdulillah kami bisa membantu siswa miskin tetapi berprestasi itu bisa melanjutkan sekolah,” ujarnya.
Untuk melayani para calon penyumbang dan calon penerima sumbangan, Panji tidak mengenal waktu. Telepon genggamnya selalu aktif 24 jam untuk menerima informasi bantuan atau memberikan bimbingan kepada masyarakat tentang tata cara bersedekah dan berzakat.
”Saya bisa mendapatkan bantuan lewat short message service (SMS). Saya juga bisa menyerahkan bantuan jutaan dengan modal SMS. Kami pernah memberikan bantuan Rp 10 juta kepada lembaga yang siap menyalurkan bantuan kepada para korban tsunami di Aceh lewat bantuan SMS,” kata dia.
Panji mengatakan orang Indonesia memiliki rasa sosial yang tinggi. Masalahnya, kata Panji, bagaimana pengelola sumbangan bisa mempertanggungjawabkan dana yang dihimpun dari masyarakat. ”Makanya, untuk menegakkan prinsip akuntabilitas dan transparansi kami mengekspose keuangan kami tiap bulan di koran lokal. Biar masyarakat tahu kami tidak korupsi dan menyalurkan bantuan dengan benar,” ujarnya.
Menurut Panji, kalau semua warga Indonesia yang beragama Islam menjalankan kewajiban zakatnya dan disalurkan dengan benar, seharusnya tidak ada orang miskin di Indonesia.
”Masalahnya memang banyak orang yang tidak tahu bahwa mereka seharusnya wajib zakat. Dikiranya kalau sudah bersedekah dan membayar pajak itu sudah menjalankan kewajiban zakat. Untuk ukuran sekarang, kalau seorang muslim berpenghasilan Rp 1,3 juta/bulan menurut ajaran Islam harus mengeluarkan zakatnya sebesar 2,5 persennya. Jumlahnya kecil, tetapi akan bermanfaat bagi mereka yang miskin,” kata Panji.
Panji mengaku bahagia jika sumbangan yang disalurkannya benar-benar bisa mengubah kehidupan orang miskin.”Saya pernah menangis ketika menyerahkan bantuan kepada seorang suami pengangguran yang terbelit utang rentenir. Kalau melihat banyaknya warga miskin yang perlu mendapatkan bantuan, rasanya tangan saya ini tidak cukup untuk menyerahkan bantuan,” ujar relawan yang pernah harus naik perahu untuk menyerahkan bantuan kepada para guru-guru di sekolah terpencil ini.
Menurut Panji, ketidakstabilan sosial masyarakat dan maraknya aksi kriminal salah satunya disebabkan banyaknya warga miskin. ”Kemiskinan memang menjadi fenomena umum di negara-negara Dunia Ketiga. Tapi dalam konteks Indonesia, seharusnya angka kemiskinan bisa ditekan karena mayoritas penduduknya mulsim. Ironisnys, banyak orang Islam yang tidak berzakat,” tandasnya.
0 Response to "Juperta Panji Utama: Menyelamatkan Si Miskin "yang Tercecer""
Posting Komentar