Pemerintah Harus Serius Antisipasi Punahnya Ratusan Bahasa Daerah

Oyos Saroso H.N.
Bandarlampung

Pemerintah pusat dan daerah harus bekerja sama untuk mengatasi terancam punahnya ratusan bahasa daerah di Indonesia . Untuk mengatasi terancam punahnya bahasa-bahasa daerah di Indonesia itu, berbagai potensi yang tersedia harus digali dan dimanfaatkan semaksimal mungkin agar bahasa dan sastra daerah tetap lestari, terpelihara, dan berkembang sehingga kedudukan dan fungsi serta peran bahasa daerah pun makin mantap.

Demikian salah satu rekomendasi yang diajukan peserta Kongres Bahasa-Bahasa Daerah Wilayah Indonesia Bagian Barat di Bandarlampung, 12-13/11. Meskipun kongres bahasa daerah tersebut difokuskan membahas bahasa-bahasa daerah di wilayah barat Indonesia , peserta kongres sebanyak 150-orang berasal dari seluruh provinsi di Indonesia .


Agus Sri Danardana, kepala Kantor Bahasa Lampung, mengatakan saat ini Pemerintah sedang menyiapkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Bahasa yang mengatur penggunaan bahasa daerah, nasional, dan bahasa asing. Sementara itu, jika tidak diupayakan sungguh-sungguh, 50 persen bahasa daerah atau sekitar 370 bahasa dari 746 bahasa daerah di Indonesia terancam punah.

Saat membacakan rekomendasi kongres, Agus mengatakan sebagai pendukung budaya nasional, bahasa daerah di berbagai wilayah Indonesia , tak terkecuali bahasa-bahasa daerah di wilayah barat, kondisinya kini makin memprihatinkan.

“Bahkan, beberapa di antaranya mulai terancam punah. Lebih-lebih pada era global seperti sekarang ini, keberadaan bahasa dan sastra daerah makin terancam akibat berbagai perubahan yang terjadi di masyarakat,” kata Danardana.

Kondisi tersebut harus segera diatasi dengan penanganan secara sungguh-sungguh, terarah, dan terencana, baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, dengan melibatkan lembaga sosial dan lembaga adat di daerah. Untuk mendukung upaya tersebut, pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus melakukan langkah-langkah konkret.

Antara lain dengan merumuskan bahasa yang standar di setiap daerah, melakukan penelitian terhadap berbagai aspek kebahasaan dan kesastraan daerah, dan mendokumentasikan bahasa dan sastra daerah dalam bentuk kamus, tata bahasa, ensiklopedia, dan sejenisnya sebagai acuan bagi masyarakat dalam upaya peningkatan penguasaan bahasa daerah dan peningkatan apresiasi terhadap sastra daerah.

Dalam rumusan rekomendasi juga disebutkan, berbagai pihak perlu mendukung dan ikut memperjuangkan Rancangan Undang-Undang Kebahasaan menjadi Undang-Undang Kebahasaan sebagai landasan dalam upaya melindungi, melestarikan, dan mengembangkan Bahasa dan sastra daerah sebagai manifestasi Pasal 32, 36, dan 36c Undang-Undang Dasar 1945.

Selain itu, lembaga-lembaga sosial, lembaga-lembaga pemangku adat, media massa local, dan komunitas sastra perlu diberdayakan dan diperankan dalam upaya penanganan terhadap bahasa dan sastra daerah di setiap provinsi.

Para peserta kongres yang terdiri atas ahli bahasa, budayawan, sastrawan, dan para guru bahasa daerah juga mendesak Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 40 Tahun 2007 tentang Pedoman bagi Kepala Daerah dalam Pelestarian dan Pengembangan Bahasa Negara dan Bahasa Daerah perlu digunakan sebagai acuan dalam penanganan bahasa dan sastra daerah serta dijabarkan ke dalam peraturan-peraturan daerah di setiap provinsi untuk mendukung upaya pemeliharaan, pelestarian, dan pengembangan bahasa serta sastra daerah.

Prof. Dr. Multamia Lauder, ahli geografi bahasa dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia,mengatakan tanpa disadar pemakaian bahasa nasional sebagai bahasa pengantar di sekolah-sekolah merupakan pemicu musnahnya bahasa daerah melalui sektor pendidikan.

“Dalam hal ini, transmisi antargenerasi merupakan salah satu factor terpenting untuk kelangsungan hidup sebuah bahasa. Bagi kita Indonesia , pengajaran di sekolah seharusnya tidak hanya mengembangkan bahasa Indonesia . Pengajaran bahasa Indonesia harus seiring dengan pengajaran bahasa daerah dan bahasa asing (bahasa Inggris),” kata Lauder.

Menurut Lauder, di seluruh dunia hanya sekitar 30 persen kegiatan transmisi bahasa ibu yang berjalan lancer. Kendala transmisi bahasa ibu antara lain emigrasi, sikap negative terhadap bahasa, tidak adanya perhatian pemerintah, kawin campur, diskriminasi cultural, tekanan dari sekolah, dan peperangan.

Lauder mengatakan banyaknya bahasa daerah di Indoensia yang terancam punah umumnya disebabkan jumlah penuturnya yang sangat sedikit dan sikap negative pemilik bahasa terhadap bahasanya sendiri. “Untuk kasus di Indonesia , komposisi jumlah penduduk dan kekayaan bahasa berbanding terbalik. Untuk daerah Indonesia timur yang jumlahnya lebih sedikit dibanding Indonesia barat , ternyata jumlah bahasa jauh lebih banyak. Namun, banyak bahasa daerah di Indonesia timur yang terancam punah,” kata Lauder.

Menurut Lauder, 50 persen bahasa di dunia terdapat di Asia dan Oceania . Diperkirakan 10 persen (726) bahasa di dunia terdapat di Indonesia . Di Indonesia, jumlah penutur bahasa daerah bervariasi. Bahasa Jawa memiliki penutur terbanyak, yaitu 75 juta penutur, bahasa Bugis 3,5 juta penutur, bahasa Enggano di Sumatera dengan 1.000 penutur, bahasa Punan Merah di Kalimantan dengan 137 penutur, bahasa Dusner di Papua dengan 6 penutur, bahasa Kayeli di Maluku dengan 3 penutur, dan bahasa Hukumina di Maluku dengan 1 penutur.

Menurut David Crystal, pakar bahasa dari Inggris, terdapat lima tahap klasifikasi kondisi “kesehatan” sebuah bahasa, yaitu: berpotensi terancam punah, terancam punah, sangat terancam punah, sekarat, dan punah.

Sebuah bahasa berpotensi terancam punah jika mayoritas generasi muda pemilik bahasa sudah mulai berpindah ke bahasa mayoritas dan tidak lagi menggunakan bahasa ibu. Bahasa disebut terancam punah jika bahasa tidak memiliki generasi muda yang dapat berbahasa ibu. Bahasa sangat terancam punah jika penutur bahasa itu adalah generasi tua yang berusia di atas 50 tahun.

Menurut Crystal, bahasa disebut sekarat jika sebuah bahasa dituturkan hanya oleh orang-orang tua yang berusia 70 tahun ke atas. Bahasa disebut punah, menurut Crystal , jika sebuah bahasa penutur bahasa hanya tinggal 1 orang.

Subscribe to receive free email updates:

Related Posts :

0 Response to "Pemerintah Harus Serius Antisipasi Punahnya Ratusan Bahasa Daerah"