Akibat aksi gajah liar di Lampung Barat: mereka datang karena habitatnya makin terdesak.
Oyos Saroso H.N.
Bengkunat, Lampung Barat
Serangan gajah liar yang terjadi sejak beberapa tahun terakhir di daerah permukiman penduduk di Kabupaten Lampung Barat dan Tanggamus, tidak hanya membuat warga desa selalu waswas dan hidup dalam intaian kematian.
Serangan gajah itu juga mengancam perekonomian para petani karena sawah dan ladang petani sering menjadi sasaran amukan gajah. Data di Wildlife Conservation Society (WCS) Lampung mencatat, sudah puluhan hektare tanaman padi, kopi, dan pisang rusak diserbu gajah dalam setahun terakhir.
Suratno, warga Ulusemong, Kabupaten Lampung Barat, mengaku sejak dua tahun terakhir nyaris tidak bisa merasakan nikmatnya panen kopi karena kebun kopinya tiap tahun selalu diserang kawanan gajah. ”Mereka datang tiba-tiba dalam rombongan besar.Kami hanya bisa menyingkir karena takut menjadi sasaran amukan,” ujar Suratno.
Gajah-gajah liar dari Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) itu selalu datang secara berkelompok. Mereka datang ketika malam telah gelap, ketika warga mulai tidur. Sekali serangan, beberapa petak sawah dan kebun akan musnah. Tak jarang, gajah-gajah liar itu pun mengobrak-abrik rumah penduduk. Sudah lebih dari lima orang tewas di Lampung dalam setahun terakhir akibat serangan kawanan gajah.
Dulu, jika memasuki perkampungan penduduk, kawanan gajah liar itu akan diusir oleh polisi hutan secara beramai-ramai dengan nyala obor yang terbuat dari bambu. Sambil membunyikan kentongan dari bambu, polisi hutan bersama warga desa beramai-ramai menggiring gajah liar itu memasuki kawasan hutan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Namun, akhir-akhir ini perilaku gajah sudah berbeda. Mereka tidak takut lagi kepada obor dan kentongan. Jika ada warga yang berbondong-bondong mengusir mereka dari perkampungan dengan menggunakan obor, kawanan gajah itu akan menyerang.
”Ya, terpaksa kami lari terbirit-birit. Saya pernah diserang gajah malam-malam waktu mau mengusir mereka. Untunglang saya cepat-cepat naik pohon besar sehingga bisa selamat,” tutur Andreas Andoyo, 40, aktivis lingkungan di Lampung.
Andoyo mengungkapkan, perubahan perilaku gajah itu kemungkinan besar disebabkan habitat mereka makin terdesak akibat perambahan liar dan aksi illegal logging. ”Mungkin mereka tidak takut lagi dengan obor dan bunyi kentongan karena sudah terbiasa,” ujarnya.
Catatan Wildlife Conservation Society (WCS) Lampung menunjukkan, aksi amuk gajah makin menjadi-jadi dalam setahun terakhir. Di Kecamatan Bengkunat, Lampung Barat, misalnya, lima bulan terakhir sekitar 25 ekor gajah liar masuk kampung dan merusak ladang-ladang milik penduduk. Penduduk bisa menghitung jumlah gajah yang mengganggu mereka itu karena gajah masih berkeliaran di ladang-ladang sampai pukul 10 pagi.
Gajah-gajah itu memakan apa saja yang tersedia di kebun milik warga. Hewan berbelalai itu merusak pohon-pohon kelapa yang sudah berumur 2-3 tahun untuk memakan bonggolnya. Kebun pisang, tebu, kacang tanah, dan tanaman padi siap panen, juga tak luput dari serangan gajah.
Di Kecamatan Sekincau dan Way Tenong, Lampung Barat, 7 ekor gajah liar dari TNBBS (Taman Nasional Bukit Barisan Selatan) Register 46 Bukit Sekincau dalam beberapa minggu ini terus turun ke daerah permukiman penduduk. Tanaman milik warga, seperti kebun pisang, ubi-ubian, dan kebun sayur serta sawah rusak diinjak-injak hewan bertubuh besar itu. Bahkan, di Dusun Air Abang dan Sidodadi, gajah sempat merusak tiga rumah warga.
Aksi gajah-gajah liar di Sekincau, Lampung Barat, sudah berlangsung sejak September 2005 dan berlanjut sampai sekarang. Gajah umumnya turun pada malam hari dan pagi hari menjelang siang. Biasanya, gajah hanya keluar hutan pada malam hari dan masuk lagi ke habitatnya menjelang subuh. Tetapi, pada serangan belakangan ini, gajah-gajah tampak masih berkeliaran di ladang-ladang penduduk sampai siang hari.
Berdasarkan hasil penelitian WCS dan Lampung Conservation Watch (LCW) , penyebab sering keluarnya gajah dari hutan dan segera menjadi hama pengganggu lantaran habitat mereka sudah rusak, baik akibat penebangan liar maupun perambahan. Konversi kawasan hutan menjadi penggunaan lain itu menyebabkan hutan tidak lagi ideal untuk hidup dan berbiaknya gajah. Selain itu, ladang-ladang dan permukiman penduduk yang kerap dimasuki gajah, diperkirakan dulunya adalah daerah perlintasan atau daerah jelajah gajah.
Dwi Nugroho Adhiasto, koordinator Wildlife Crime Unit (WCU) Lampung, mengatakan desa-desa yang saat ini sering diamuk gajah dulunya memang termasuk daerah jelajah gajah. Kawasan itu berubah menjadi perkampungan dan kebun penduduk bersamaan dengan tingginya laju deforestasi. “Jadi, gajah-gajah itu sebenarnya tidak sepenuhnya bisa dipersalahkan. Sebab,daerah itu dahulu memang tempat tinggal mereka,” kata Dwi.
Gajah sumatera di Lampung antara lain tinggal di hutan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan ( TNBBS) seluas 360 ribu hektare yang membentang dari Kabupaten Tanggamus hingga Lampung barat di Provinsi Lampung hingga Kabupaten Kaur di Provinsi Bengkulu. Selain itu gajah sumatera juga di Lampung juga terdapat di Taman Nasional Way Kambas di Lampung Timur.
Di kedua taman nasional itu, populasi gajah kini diperkirakan tinggal 500-an ekor. Habitat mereka terancam oleh perburuan liar yang mengincar gading-gading gajah. Gading gajah menjadi incaran sindikat perburuan liar karena harganya sangat mahal. Per onsnya (beruba serbuk) harganya bisa mencapai jutaan rupiah
0 Response to "Gajah Liar itu Selalu Datang"
Posting Komentar